BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pendapatan Nasional (national
income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan
keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan
kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta
pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang memengaruhi tersebut
menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif, maka tingkat
keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah tercapai,
dan begitu pula sebaliknya.
Dalam perhitungan ekonomi islam terdapat prinsip yang harus
dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional agar tujuan negara dapat terlaksanakan
dengan baik dan masyarakat salam suatu negara mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam bernegara.
1.2
Rumusan Masalah
Ø Bagaimana pengertian pendapatan nasional?
Ø Apa saja istilah dalam pendapatan
nasional?
Ø Apa saja sumber pendapatan nasional
dalam ekonomi islam?
Ø Apa saja sumber pengeluaran pendapatan
nasional ekonomi islam?
Ø Bagaimana metode perhitungan pendapatan
nasional?
1.3
Tujuan
Makalah ini disusun
agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
pendapatan nasional dalam ekonomi islam itu serta hal-hal yang penting
didalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima
oleh seluruh rumah tangga keluarga di suatu negara dalam kurun waktu tertentu
dari faktor-faktor produksi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur
dengan melihat pendapatan nasionalnya. Pendapatan nasional diukur dengan
Produk Nasional Bruto (Gross National
Product), yaitu jumlah seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh
suatu negara dalam kurun waktu satu tahun, diukur menurut harga pasar negara
tersebut. Terdapat 3 pendekatan dalam mengukur besarnya GNP, yakni dihitung
berdasarkan:
Ø Pengeluaran untuk membeli barang dan
jasa.
Ø Nilai barang dan jasa akhir.
Ø Dari pasar faktor produksi dengan
menjumlahkan penerimaan yang diterima oleh pemilik faktor produksi (upah +
bunga + sewa + keuntungan).
2.2 Pendapatan
Nasional Menurut Islam
Dalam perhitungan Pendapatan Nasional secara konvensional sering sekali
terjadi masalah keraguan, masalahnya ketika kita melihat perhitungan yang dilakukan dengan cara GDP
riil misalnya, pasti pendapatan tersebut adalah hasil output dibagi dengan jumlah penduduk. Lalu
jika ada beberapa orang dari sekian penduduk yang memiliki pendapatan rendah
apakah akan adil perhitungannya jika output total dibagi dengan jumlah
penduduk?, Padahal mungkin ada satu sisi masyarakat yang memang produktif tapi
mungkin ada juga sisi lain yang mana ternyata masyarakatnya kurang produktif. Maka perlu adanya
perhitungan yang memang benar-benar mencerminkan pendapatan nasional yang
sesungguhnya. Maka dalam perhitungan ekonomi islam terdapat prinsip yang harus
dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:
1. Pendapatan nasional harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan
penyebaran penduduk.
2. Pendapatan Nasional perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas
produksinya tidak dapat disamakan.
3. Pendapatan Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan
masyarakat yang sesungguhnya.[1]
2.3 GNP Menurut
Islam
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem
ekonomi lainnya adalah penggunaan parameter falah.
Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang
sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian
falah ini. Al- Falah dalam pengertian
islam mengacu kepada konsep islam tentang manusia itu sendiri. Dalam islam,
esensi manusia ada pada rohaniahnya. Karena itu, seluruh kegiatan duniawi
termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi tuntutan fisik
jasadiyah melainkan juga memenuhi
kebutuhan rohani dimana roh merupakan esensi manusia.
Konsep ekonomi kapitalis yang hanya mengukur kesejahteraan
berdasarkan angka GNP, jelas akan mengabaikan aspek rohani umat manusia. Pola
dan proses pembangunan ekonomi diarahkan semata-mata untuk meningkatkan
pendapatan perkapita. Ini akan mengarahkan manusia pada konsumsi fisik yang
cenderung hedonis sehingga menghasilkan produk-produk yang dilempar ke pasaran
tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi aspek kehidupan lain.
Cara berfikir semacam ini akan membawa umat manusia kedalam
situasi berlakunya hukum rimba, yakni siapa yang kuat dialah yang akan menang (survival
of the fittest). Maka dari itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam
menganalisis kesejahteraan, penghitungan pendapatan nasional berdasarkan islam
juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf,
zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat.
Ekonomi islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk
mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem
moral dan sosial islam. Setidaknya ada 4 hal yang semestinya bisa diukur dengan
pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi islam, sehingga tingkat
kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Adapun hal 4
tersebut adalah:
Ø Pendapatan nasional harus dapat
mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
Ø Pendapatan nasional harus dapat
mengukur produksi di sektor pedesaan.
Ø Pendapatan nasional harus dapat
mengukur kesejahteraan ekonomi islam.
Ø Penghitungan pendapatan nasional
sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai
santunan antarsaudara dan sedekah.[2]
2.4 Konsep
Pendapatan Nasional
Ø Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross
Domestic Product) merupakan jumlah nilai produk (barang dan jasa) yang
dihasilkan oleh perusahaan/perorangan (dalam negri maupun asing) didalam suatu
wilayah negara (domestik) dalam kurun waktu satu tahun. GDP dianggap bersifat
bruto atau kotor karena barang-barang dihasilkan termasuk dalam barang modal
yang belum diperhitungkan penyusutannya.
Maka rumusnya
adalah: Y = (Q1.P1)+(Q2.Q2)+…(Qn.Pn)
Keterangan:
Y = Pendapatan
nasional (Produk Domestik Bruto)
Q = Jumlah barang
P = Harga barang
Ø
Produk
Nasional Bruto (PNB)
Produk Nasional Bruto (Gross
National Product) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat
suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk di dalamnya
barang dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang berada/bekerja di
luar negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang bekerja di
dalam negeri, tidak termasuk GNP.[3]
Komponen-komponen yang termasuk pendapatan nasional
menurut metode pengeluaran adalah sebagai berikut :
1. Rumah tangga dengan jenis pengeluaran Konsumsi (C)
2. Perusahaan dengan jenis pengeluaran Investasi (I)
3. Pemerintah dengan jenis pengeluaran, Pengeluaran Pemerintah (G)
4. Masyarakat luar negeri dengan jenis pengeluaran Ekspor – Impor (X-M)
Dengan Y sebagai Produk Nasional Bruto, maka didapat rumus sebagai berikut
:
Y = C + I + G + (X – M)
“Jika PNB (GNP) tersebut dibagi jumlah penduduk,
akan menghasilkan pendapatan per kapita.’’
Ø Produk Nasional Netto (PNN)
Produk Nasional
Netto (Net National Product) atau
produk nasional bersih adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat
suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun setelah dikurangi
penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
Lebih jelasnya
dapat dilihat komponen-komponen pendapatan nasional menurut metode pendapatan
yaitu:
1. Alam dengan sewa ( r ) sebagai balas jasa.
2. Tenaga kerja dengan upah/gaji ( w ) sebagai balas jasa.
3. Modal dengan bunga ( I ) sebagai balas jasa.
4. Skill Kewirausahaan (Entrepreneurship) dengan laba ( p ).
Dalam rumus akan
tampak sebagai berikut:
Y = r + w + i + p
“Hasil penghitungan pendapatan nasional (Y) dengan metode ini disebut
Pendapatan Nasional (PN) atau National Income (NI).’’
Ø Pendapatan Nasional Netto (Bersih)
Pendapatan
Nasional Bersih (Net National Income)
adalah nilai dari produk nasional bersih (net national income) dikurangi dengan
pajak tidak langsung.[4]
Maka rumusnya adalah: NNI=NNP-Pajak
Tidak Langsung
Ø Pendapatan Perseorangan
Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah
seluruh penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses
produksi. Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut pendapatan kotor,
karena tidak semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke tangan pemilik faktor
produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak dibagi, pajak
penghasilan, iuran jaminan sosial maupun pembayaran yang bersifat transfer
payment (pembayaran pindahan) seperti pensiunan.[5]
Rumus : PI = NNI – (
pajak perusahaan + laba ditahan + iuran pensiun) + transfer payment.
Ø Pendapatan yang Siap Dibelanjakan (DI )
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan
yang sudah ada yang siap untuk digunakan mengkonsumsi suatu barang atau jasa
dan lebihannya bisa ditabung untuk investasi. DI dapat di peroleh dengan PI
dikurangi pajak langsung. Pajak langsung ( direct tax ) adalah pajak yang tidak
bisa dialihkan kepada pihak lain, melainkan harus ditanggung oleh pihak yang
bersangkutan. Contohnya adalah pajak pendapatan.
Maka rumusnya adalah: DI=PI-Pajak
Langsung
2.5 Sumber
Pendapatan Nasional Dalam Islam
Adapun sumber-sumber pendapatan nasional dalam ekonomi islam
antara lain:
Ø Ghanimah
secara etimologi berasal dari kata ghanama-ghanimatuh yang berarti
memperoleh jarahan ‘rampasan perang’. harta ini adalah harta yang didapatkan
dari hasil peperangan dengan kaum musyrikin. Yang menjadi sasarannya adalah
orang kafir yang bukan dalam wilayah yang sama (kafir dzimmi), dan harta yang
diambil bisa dari harta yang bergerak atau harta yang tidak bergerak, seperti:
perhiasan, senjata, unta, tanah, dll. Untuk porsinya 1/5 untuk Allah dan
Rasulnya, kerabat Rasul, anak yatim, dan fakir miskin, dan ibn sabil, dan 4/5
untuk para balatentara yang ikut perang. Kemudian sisanya disimpan di Baitul
Mal untuk didistribusikan kemudian.[6]
Ø Shadaqah
Secara etimologi adalah berasal dari
kata shadaqa yang berarti benar,
pembuktian, dan syahadat (keimanan) yang diwujudkan dengan bentuk pengorbanan
materi. Menurut Ibn Thaimiyah shadaqah adalah zakat yang dikenakan atas harta
kekayaan muslim tertentu. Shadaqah
dibagi kedalam tiga kategori, yaitu: shadaqah dalam pengertian pemberian sunnah
yaitu pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun
pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah
tanpa imbalan tersebut. Shadaqah dalam pengertian zakat yaitu karena dalam
beberapa nash lafadz shadaqah mempunyai arti zakat, dalam hal ini shadaqah
merupakan kata lain dari zakat. Namun demikian penggunaan kata shadaqah dalam
arti zakat ini tidaklah bersifat mutlak, artinya untuk mengartikannya harus
berdasarkan indikasi atau qarinah tertentu yang sudah jelas. Shadaqah dalam pengertian suatu yang
ma’ruf (benar dalam pandangan syara’) pengertian ini didasarkan pada hadits
riwayat Imam Muslim Nabi bersabda: kullu ma’rufin shadaqatun (setiap kebajikan
adalah shadaqah). Berdasarkan hadits ini, maka mencegah dari maksiat, memberi
nafkah kepada keluarga, beramal ma’ruf
nahi mungkar, menumbuhkan syahwat kepada istri, dan tersenyum adalah bentuk
shadaqah.
Ø Infaq
Infaq diambil dari kata anfaqa
yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut
literature yang lain infaq berarti
mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan untuk satu kepentingan yang
diperintahkan ajaran islam. Dalam infaq tidak
mengenal yang namanya nisab, asnaf,
dan subjeknya, artinya orang kafirpun bisa mengeluarkan infaq yang dialokasikan
untuk kepentingan agamanya. Infaq ini boleh diberikan kepada siapa saja dan
berapa saja. Untuk ruang lingkupnya infaq lebih luas daripada zakat yang mana
hanya untuk orang muslim saja.
Ø Zakat
Kata zakat berasal dari kata zaka (menumbuhkan), ziadah (menambah), barakah (memberkatkan), thathir (menyucikan), dan an-nama (berkembang). Adapun menurut
syara’ zakat adalah hak yang telah
ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu dan pada
orang-orang yang tertentu pula dengan catatan harta tersebut adalah milik penuh
seseorang, mencapai hawl, dan nisabnya, dalam hal ini zakat dikenakan
kepada harta bukan kepada jiwa (jizyah).
Di antara objek zakat itu adalah:
binatang ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing), emas dan perak, biji-bijian
(beras, jagung, dan gandum), buah-buahan (kurma dan anggur saja), harta
perniagaan sama seperti syarat-syarat yang telah disebutkan dalam zakat emas
dan perak, dll). Zakat
merupakan jaminan pemerintah terhadap rakyatnya yang miskin, agar hartanya
(fakir-miskin) yang menempel kepada orang kaya bisa mereka gunakan untuk
memenuhi kehidupannya.[7]
Ø ‘ushr
‘Ushr oleh kalangan ahli fiqh disebut
sepersepuluh yang dalam hal ini memiliki dua arti. Pertama, sepersepuluh dari
lahan pertanian yang disirami dengan air hujan. Kedua, sepersepuluh diambil
dari pedagang-pedagang kafir yang memasuki wilayah islam dengan membawa barang
dagangan. ‘Ushr diwajibkan hanya
ketika ada hasil yang nyata dari tanahnya. Tanah yang sudah diwakafkan tetap
diperlakukan sebagai tanah ‘ushr jika
pemilik sudah menanami tanah tersebut. Yang termasuk kedalam harta ‘ushr adalah hasil pertanian dan
perkebunan (buah, madu, dll.). Untuk hasil pertanian yang diairi dengan sumber
alami (hujan, sumber air, dan arus) maka ‘ushr porsinya 10%, apabila pengairan
tersebut masih menggunakan ala-alat produksi lain (alat irrigasi, sumur, dll)
maka ‘ushrnya adalah 5%, dan untuk pengambilan ‘ushr ini adalah apabila sudah
panen.
Ø Jizyah
Asal kata dari jizyah adalah jaza’ yang
berarti kompensasi, sedangkan menurut istilah adalah beban yang diambil dari
penduduk non-muslim yang berada di negara islam sebagai biaya perlindungan atas
kehidupan atau jiwa, kekayaan, dan kebebasan menjalankan agama mereka, dll. Jizyah dikenakan kepada orang kafir
karena kekafirannya bukan kepada hartanya. Dalam hal ini para laki-laki yang
mampu, orang kaya, dll. yang hidup dan tinggal dalam lingkungan negara islam.
Jizyah merupakan bentuk daripada ketundukan seseorang kepada kekuasaan islam,
membayar jizyah itu karena orang non-muslim itu bisa menikmati fasilitas umum
bersama orang muslim (kepolisian, pengadilan, dll), dan ketidak wajiban ikut
perang bagi para non-muslim. Akan tetapi ketidak wajiban ini bukan semata-mata
karena mereka sudah membayar jizyah,
ini merupakan keadilan islam yang mutlak karena perang dalam islam sangat erat
hubungannya dengan aqidah (jihad fii sabilillah). Untuk
tarif atau jumlah jizyah yang akan diambil berbeda-beda, akan tetapi yang pasti
adalah dengan menggunakan perinsip keadilan.[8]
Ø Kharaj
Secara harfiah kharaj berarti kontrak,
sewa-menyewa atau menyerahkan. Dalam terminologi keuangan islam kharaj adalah
pajak atas tanah atau hasil tanah. Yang mana diambil dari tanahnya orang
non-muslim yang sudah ditaklukan dan tanah tersebut sudah diambil alih orang
muslim. Dengan keringanan dari orang islam maka non-muslim tersebut masih bisa
menguasai tanahnya untuk bercocok tanam yang hasilnya akan dibagi 50%-50% antara non-muslim dan orang islam.
Dalam hal ini kharaj dibagi kedalam dua
bagian, yaitu: Kharaj yang dikenakan pada tanah (pajak tetap) artinya pajak
tersebut tetap atas tanahnya selama setahun, dan hasil tanah (pajak
proporsional) akan dikenakan sebagai bagian dari total hasil produksi
pertanian. Sama seperti halnya pendapatan lain maka kharaj juga akan
didistribusikan kepada kepentingan seluruh kaum muslimin.
Ø Pajak tambang dan harta karun
Pajak tambang ini yang hasilnya keras
seperti emas, perak, besi, dll. atau harta karun yang ditemukan di wilayah
orang islam, maka seperlima (1/5) harus diserahkan kepada negara untuk memenuhi
keadilan sosial. Namun para ulama’ berbeda pendapat tentang pajak dan harta
karun ini. Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali ini dianggap sebagai zakat,
sedangkan menurut Hanafi adalah sebagai barang rampasan.
Ø Waqaf
Wakaf secara harfiyah berarti
berhenti, menahan, atau diam. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan suatu
hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf)
baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya akan
dipergunakan sesuai dengan syariat islam. Dalam literatur yang lain wakaf
mempunyai pengertian ‘suatu tindakan penahanan dari penggunaan dan penyerahan
asset di mana seseorang dapat memanfaatkan hasilnya untuk tujuan amal sepanjang
barang tersebut masih ada’.
Harta yang sudah diwakafkan keluar dari
hak miliknya (wakif), bukan pula harta tersebut adalah milik lembaga pengelola
wakaf, akan tetapi milik Allah yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan
masyarakat.
Dalam sejarah umat islam, masa keemasan
perkembangan wakaf itu terjadi pada abad ke-8 dan ke-9 H. Pada waktu itu aset
wakaf meliputi berbagai aset semacam masjid, mushala, sekolah, tanah pertanian,
rumah, toko, kebun, pabrik, bangunan kantor, gedung pertemuan (ruang sidang),
tempat perniagaan, pasar, tempat pemandian, gudang beras, dll. Dengan demikian
para guru dapat bekerja dengan baik karena nafkahnya sudah terpenuhi, dan siswa
pun dapat belajar dengan tenang karena tampa memikirkan masalah uang sekolah.
Ø
Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.
Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1.
Fasilitas umum.
Fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara
umum; jika tidak ada dalam suatu negeri atau suatu komunitas akan menyebabkan
kesulitan dan dapat menimbulkan persengketa-an. Contoh: air, padang rumput, api
(energi), dan lain-lain.
2.
Barang tambang dalam
jumlah sangat besar. Barang tambang dalam jumlah sangat besar termasuk milik
umum dan haram dimiliki secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas, perak, besi,
tembaga, dan lain-lain.
3.
Benda-benda yang sifat
pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu. Ini meliputi
jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya.
Ø
Dari Harta Milik Negara dan BUMN
Jenis pendapatan kedua adalah pemanfaatan harta milik negara
dan BUMN. Harta milik negara adalah harta yang bukan milik individu tetapi juga
bukan milik umum. Contoh: gedung-gedung pemerintah, kendaraan-kendaraan
pemerintah, serta aktiva tetap lainnya. Adapun BUMN bisa merupakan harta milik
umum kalau produk/bahan bakunya merupakan milik umum seperti hasil tambang,
hasil hutan, emas, dan lain-lain; bisa juga badan usaha yang produknya bukan
merupakan milik umum seperti Telkom dan Indosat.
Ø
Dari Pendapatan Insidentil
Yang masuk dalam kelompok ini adalah pajak, harta ilegal
para penguasa dan pejabat, serta harta denda atas pelanggaran yang dilakukan
oleh warga negara terhadap aturan negara.
Berdasarkan uraian di atas, Negara Islam memiliki mekanisme
tersendiri dalam membiayai kegiatannya, termasuk kegiatan pembangunan.
Cara-cara tersebut sangat berbeda dengan cara-cara negara kapitalis. Dalam
negara kapitalis, sumber utama pemasukan negara dibebankan kepada rakyat dengan
jalan menarik pajak. Jika ini tidak memadai, negara dapat mencari dana dari
luar melalui utang luar negeri. Sebaliknya, Negara Islam justru terlebih dulu
mengandalkan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak membebani masyarakat. Pajak
ditarik bersifat temporer dan semata-mata untuk menutupi kekurangan saja.
Mengutang ke luar negeri tampaknya tidak akan dilakukan oleh Negara Islam
karena banyaknya bahaya yang akan didapat dari utang luar negeri.
2.6 Sumber Pengeluaran Ekonomi Islam
Ø Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai
untuk konsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis dalam tempo setahun atau
kurang (durable goods) maupun barang
yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama (non-durable goods).
Ø Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
Yang masuk dalam perhitungan konsumsi
pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk
membeli barang dan jasa akhir (government expenditure). Sedangkan
pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam
perhitungan konsumsi pemerintah.
Ø Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure)
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
(PMTDB) merupakan pengeluaran sektor dunia usaha. Yang termasuk dalam PMTDB
adalah perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi.
Ø Ekspor Neto (Net Export)
Yang dimaksud dengan ekspor bersih
adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor. Ekspor neto yang positif
menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daipada impor. Perhitungan ekspor neto
dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain
(dunia).
2.7 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional
Ø Pendapatan
nasional dengan pendekatan produksi (production approach).
Perhitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh berdasarkan
pendekatan nilai tambah dari suatu barang yang diproduksi, maksudnya adalah.
Suatu barang akan diperhitungkan nilainya hanya pada barang siap pakai saja
(final goods).
Penggunaan konsep ini
dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double accounting).
Adapun nilai tambah adalah selisih
harga jual produk dengan biaya produksi. Perhitungan pendapatan dengan
pendekatan produksi di Indonesia dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor
industri yang ada.
Metode produksi dapat dilihat dengan
persamaan sebagai berikut :
Y = ∑ NTb1-9 atau Y = NTb1 + NTb2 + NTb3 ............................+NTb9
Y = ∑ NTb1-9 atau Y = NTb1 + NTb2 + NTb3 ............................+NTb9
Keterangan:
Y = Pendapatan nasional
NTb = Nilai Tambah
NTb = Nilai Tambah
Ø Pendapatan
nasional dengan pendekatan pengeluaran (income approach)
Perhitungan berdasarkan pengeluaran ini biasanya berdasarkan seberapa besar jumlah
konsumsi atau penggunaan uang suatu Negara, yang mana perhitungannya sendiri
dapat dilakukan melalui 4 sektor pengeluaran yaitu:
1. Konsumsi Rumah Tangga (C)
2. Investasi (I)
3. Pengeluaran Pemerintah (G)
4. Pengeluaran Eksport dan Import (X-M)
Dalam perhitungan ekonomi biasanya lebih familiar dengan
formula :
Y = C + I + G + X-M
Yang mana formula
diatas lebih condong kepada pemerintahan yang sudah membuka keran ekspor impor
di negerinya. Atau lebih sering disebut dengan perekonomian terbuka. Adapun dalam perhitungan ekonomi
tertutup adalah :
Y = C + I + G
Yang membedakan
diantara keduanya terletak pada ada tidaknya Eksport dan Import dalam suatu Negara. Jika Negara tidak melakukan Eksport-Import maka perekonomiannya
bisa disebut dengan perekonomian
tertutup, sedangkan jika sudah melakukan Eksport-Import maka disebut
juga dengan perekonomian terbuka.
Ø Pendapatan
nasional dengan pendekatan pendapatan (expenditure approach)
Pengertian pendapatan
nasional dengan metode pendapatan adalah jumlah seluruh pendapatan yang
diterima oleh masyarakat sebagai balas jasa atas penyerahan faktor-faktor
produksi yang dimiliki selama tahun yang dinilai dengan satuan nilai uang.
Dengan demikian penghitungan ini merupakan penjumlahan dari sewa tanah, gaji
upah, bunga modal atau bagi hasil investasi dan laba pengusaha. Secara
matematis dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
Y
= W + I + R + P
Keterangan:
Y= pendapatan nasional
W (wages) = upah
I (interest/ invesment) = bunga
(konvensional) atau bagi hasil (syariah)
R (Rent) = sewa
P (profit) = laba pengusaha
Penghitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional
dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam
perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan
pendapatan menggunakan bunga (interest) dalam penghitungan matematisnya,
sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam
menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi (invesment), karena bunga
adalah riba dan dihukumi haram oleh syariat islam.[9]
Perhitungan ini sering disebut juga dengan NNP (Net National Product). NNP ini sama
dengan GNP dikurangi dengan penyusutan. Perhitungan penyusutan ini perlu
dilakukan agar perhitungan cadangan produksi dapat terjaga. Dalam perhitungan
ini pula kita mengenal dengan apa yang disebut dengan GDP riil dan GDP nominal.
GDP riil adalah perhitungan yang
berdasarkan dengan harga tahun dasar, sedangan GDP nominal adalah perhitungan yang berdasarkan dengan harga tahun
tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pendapatan Nasional (national
income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan
keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan
kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta
pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang memengaruhi tersebut
menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif, maka tingkat
keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah tercapai,
dan begitu pula sebaliknya.
Dalam perhitungan ekonomi islam terdapat prinsip yang harus
dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:
1. Pendapatan nasional harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan
penyebaran penduduk.
2. Pendapatan Nasional perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas
produksinya tidak dapat disamakan.
3. Pendapatan Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan
masyarakat yang sesungguhnya.
3.2
Saran
Dengan
penjelasan di atas diharapkan kepada para pembaca untuk dapat memahami dan
mampu untuk mengaplikasikannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Edwin Nasution,mustafa, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta:
Kencana, 2010
Marthon, said sa’ad, ekonomi
islam, jakarta: bestari buana murni, 2014
Mardani,
fiqih ekonomi syariah, jakarta:
kencana,2012
Sukirno,Sadono, Makro ekonomi Teori Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
[1]
Mustafa edwin nasution, pengenalan
eksklusif: ekonomi islam,(jakarta:kencana,2010), hlm: 193
[2]
Ibid, hal: 195
[3]
Ibid, hal: 198
[4]
Sadono sukirno, makro ekonomi: teory
pengantar, (jakarta: rajawali pers, 2010), hal: 35
[5]
Ibid, hal: 38
[6]Mardani,
fiqih Ekonomi Syariah, (jakarta:
kencana, 2012), hal 19
[7]
Ibid, hal: 24
[8]
Ibid, hal: 28
[9]
Said sa’ad marthono, Ekonomi Islam,
(jakarta: Bestari Buana Murni,2004), hal: 139
dowload file lengkap Ruang Lingkup Pendapatan Nasional dalam Ekonomi Islam di jurnalmakalah.com
BalasHapus