Sabtu, 18 April 2015

Ekonomi Islam: Pendapatan Nasional



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Pendapatan Nasional (national income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang memengaruhi tersebut menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif, maka tingkat keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah tercapai, dan begitu pula sebaliknya.
Dalam perhitungan ekonomi islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional agar tujuan negara dapat terlaksanakan dengan baik dan masyarakat salam suatu negara mendapatkan kesejahteraan  dan kebahagiaan dalam bernegara.

1.2              Rumusan Masalah
Ø  Bagaimana pengertian pendapatan nasional?
Ø  Apa saja istilah dalam pendapatan nasional?
Ø  Apa saja sumber pendapatan nasional dalam ekonomi islam?
Ø  Apa saja sumber pengeluaran pendapatan nasional ekonomi islam?
Ø  Bagaimana metode perhitungan pendapatan nasional?

1.3              Tujuan
Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan pendapatan nasional dalam ekonomi islam itu serta hal-hal yang penting didalamnya.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga di suatu negara dalam kurun waktu tertentu dari faktor-faktor produksi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan melihat pendapatan nasionalnya. Pendapatan nasional diukur  dengan Produk Nasional Bruto (Gross National Product), yaitu jumlah seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam kurun waktu satu tahun, diukur menurut harga pasar negara tersebut. Terdapat 3 pendekatan dalam mengukur besarnya GNP, yakni dihitung berdasarkan:
Ø  Pengeluaran untuk membeli barang dan jasa.
Ø  Nilai barang dan jasa akhir.
Ø  Dari pasar faktor produksi dengan menjumlahkan penerimaan yang diterima oleh pemilik faktor produksi (upah + bunga + sewa +  keuntungan).

2.2       Pendapatan Nasional Menurut Islam
            Dalam perhitungan Pendapatan Nasional secara konvensional sering sekali terjadi masalah keraguan, masalahnya ketika kita melihat perhitungan yang dilakukan dengan cara GDP riil misalnya, pasti pendapatan tersebut adalah hasil output dibagi dengan jumlah penduduk. Lalu jika ada beberapa orang dari sekian penduduk yang memiliki pendapatan rendah apakah akan adil perhitungannya jika output total dibagi dengan jumlah penduduk?, Padahal mungkin ada satu sisi masyarakat yang memang produktif tapi mungkin ada juga sisi lain yang mana ternyata masyarakatnya kurang produktif. Maka perlu adanya perhitungan yang memang benar-benar mencerminkan pendapatan nasional yang sesungguhnya. Maka dalam perhitungan ekonomi islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:
1.      Pendapatan nasional harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan penyebaran penduduk.
2.      Pendapatan Nasional perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas produksinya tidak dapat disamakan.
3.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.[1]

2.3       GNP Menurut Islam
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini. Al- Falah dalam pengertian islam mengacu kepada konsep islam tentang manusia itu sendiri. Dalam islam, esensi manusia ada pada rohaniahnya. Karena itu, seluruh kegiatan duniawi termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi tuntutan fisik jasadiyah melainkan juga memenuhi kebutuhan rohani dimana roh merupakan esensi manusia.
Konsep ekonomi kapitalis yang hanya mengukur kesejahteraan berdasarkan angka GNP, jelas akan mengabaikan aspek rohani umat manusia. Pola dan proses pembangunan ekonomi diarahkan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Ini akan mengarahkan manusia pada konsumsi fisik yang cenderung hedonis sehingga menghasilkan produk-produk yang dilempar ke pasaran tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi aspek kehidupan lain.
Cara berfikir semacam ini akan membawa umat manusia kedalam situasi berlakunya hukum rimba, yakni siapa yang kuat dialah yang akan  menang (survival of the fittest). Maka dari itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan, penghitungan pendapatan nasional berdasarkan islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat.
Ekonomi islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial islam. Setidaknya ada 4 hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi islam, sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Adapun hal 4 tersebut adalah:
Ø  Pendapatan nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
Ø  Pendapatan nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaan.
Ø  Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi islam.
Ø  Penghitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antarsaudara dan sedekah.[2]

2.4       Konsep Pendapatan Nasional
Ø Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah nilai produk (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan/perorangan (dalam negri maupun asing) didalam suatu wilayah negara (domestik) dalam kurun waktu satu tahun. GDP dianggap bersifat bruto atau kotor karena barang-barang dihasilkan termasuk dalam barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya.
Maka rumusnya adalah: Y = (Q1.P1)+(Q2.Q2)+…(Qn.Pn)
Keterangan:
Y = Pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto)
Q = Jumlah barang
P = Harga barang
Ø Produk Nasional Bruto (PNB)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk di dalamnya barang dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang berada/bekerja di luar negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang bekerja di dalam negeri, tidak termasuk GNP.[3]
Komponen-komponen yang termasuk pendapatan nasional menurut metode pengeluaran adalah sebagai berikut :
1.      Rumah tangga dengan jenis pengeluaran Konsumsi (C)
2.      Perusahaan dengan jenis pengeluaran Investasi (I)
3.      Pemerintah dengan jenis pengeluaran, Pengeluaran Pemerintah (G)
4.      Masyarakat luar negeri dengan jenis pengeluaran EksporImpor (X-M)
              Dengan Y sebagai Produk Nasional Bruto, maka didapat rumus sebagai berikut :
Y = C + I + G + (X – M)
Jika PNB (GNP) tersebut dibagi jumlah penduduk, akan menghasilkan pendapatan per kapita.’’
Ø Produk Nasional Netto (PNN)
Produk Nasional Netto (Net National Product) atau produk nasional bersih adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
Lebih jelasnya dapat dilihat komponen-komponen pendapatan nasional menurut metode pendapatan yaitu:
1.      Alam dengan sewa ( r ) sebagai balas jasa.
2.      Tenaga kerja dengan upah/gaji ( w ) sebagai balas jasa.
3.      Modal dengan bunga ( I ) sebagai balas jasa.
4.      Skill Kewirausahaan (Entrepreneurship) dengan laba ( p ).
Dalam rumus akan tampak sebagai berikut:
Y = r + w + i + p
Hasil penghitungan pendapatan nasional (Y) dengan metode ini disebut Pendapatan Nasional (PN) atau National Income (NI).’’
Ø Pendapatan Nasional Netto (Bersih)
Pendapatan Nasional Bersih (Net National Income) adalah nilai dari produk nasional bersih (net national income) dikurangi dengan pajak tidak langsung.[4]
Maka rumusnya adalah: NNI=NNP-Pajak Tidak Langsung
Ø Pendapatan Perseorangan
Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses produksi. Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut pendapatan kotor, karena tidak semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke tangan pemilik faktor produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak dibagi, pajak penghasilan, iuran jaminan sosial maupun pembayaran yang bersifat transfer payment (pembayaran pindahan) seperti pensiunan.[5]
Rumus : PI = NNI – ( pajak perusahaan + laba ditahan + iuran pensiun) + transfer payment.
Ø Pendapatan yang Siap Dibelanjakan (DI )
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang sudah ada yang siap untuk digunakan mengkonsumsi suatu barang atau jasa dan lebihannya bisa ditabung untuk investasi. DI dapat di peroleh dengan PI dikurangi pajak langsung. Pajak langsung ( direct tax ) adalah pajak yang tidak bisa dialihkan kepada pihak lain, melainkan harus ditanggung oleh pihak yang bersangkutan. Contohnya adalah pajak pendapatan.
Maka rumusnya adalah: DI=PI-Pajak Langsung


2.5       Sumber Pendapatan Nasional Dalam Islam
Adapun sumber-sumber pendapatan nasional dalam ekonomi islam antara lain:
Ø Ghanimah
secara etimologi berasal dari kata ghanama-ghanimatuh yang berarti memperoleh jarahan ‘rampasan perang’. harta ini adalah harta yang didapatkan dari hasil peperangan dengan kaum musyrikin. Yang menjadi sasarannya adalah orang kafir yang bukan dalam wilayah yang sama (kafir dzimmi), dan harta yang diambil bisa dari harta yang bergerak atau harta yang tidak bergerak, seperti: perhiasan, senjata, unta, tanah, dll. Untuk porsinya 1/5 untuk Allah dan Rasulnya, kerabat Rasul, anak yatim, dan fakir miskin, dan ibn sabil, dan 4/5 untuk para balatentara yang ikut perang. Kemudian sisanya disimpan di Baitul Mal untuk didistribusikan kemudian.[6]
Ø Shadaqah
Secara etimologi adalah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar, pembuktian, dan syahadat (keimanan) yang diwujudkan dengan bentuk pengorbanan materi. Menurut Ibn Thaimiyah shadaqah adalah zakat yang dikenakan atas harta kekayaan muslim tertentu. Shadaqah dibagi kedalam tiga kategori, yaitu: shadaqah dalam pengertian pemberian sunnah yaitu pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah tanpa imbalan tersebut. Shadaqah dalam pengertian zakat yaitu karena dalam beberapa nash lafadz shadaqah mempunyai arti zakat, dalam hal ini shadaqah merupakan kata lain dari zakat. Namun demikian penggunaan kata shadaqah dalam arti zakat ini tidaklah bersifat mutlak, artinya untuk mengartikannya harus berdasarkan indikasi atau qarinah tertentu yang sudah jelas. Shadaqah dalam pengertian suatu yang ma’ruf (benar dalam pandangan syara’) pengertian ini didasarkan pada hadits riwayat Imam Muslim Nabi bersabda: kullu ma’rufin shadaqatun (setiap kebajikan adalah shadaqah). Berdasarkan hadits ini, maka mencegah dari maksiat, memberi nafkah kepada keluarga, beramal ma’ruf nahi mungkar, menumbuhkan syahwat kepada istri, dan tersenyum adalah bentuk shadaqah.
Ø Infaq
Infaq diambil dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut literature yang lain infaq berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan untuk satu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Dalam infaq tidak mengenal yang  namanya nisab, asnaf, dan subjeknya, artinya orang kafirpun bisa mengeluarkan infaq yang dialokasikan untuk kepentingan agamanya. Infaq ini boleh diberikan kepada siapa saja dan berapa saja. Untuk ruang lingkupnya infaq lebih luas daripada zakat yang mana hanya untuk orang muslim saja.
Ø Zakat
Kata zakat berasal dari kata zaka (menumbuhkan), ziadah (menambah), barakah (memberkatkan), thathir (menyucikan), dan an-nama (berkembang). Adapun menurut syara’ zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu dan pada orang-orang yang tertentu pula dengan catatan harta tersebut adalah milik penuh seseorang, mencapai hawl, dan nisabnya,  dalam hal ini zakat dikenakan kepada harta bukan kepada jiwa (jizyah). Di antara objek zakat itu adalah: binatang ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing), emas dan perak, biji-bijian (beras, jagung, dan gandum), buah-buahan (kurma dan anggur saja), harta perniagaan sama seperti syarat-syarat yang telah disebutkan dalam zakat emas dan perak, dll).  Zakat merupakan jaminan pemerintah terhadap rakyatnya yang miskin, agar hartanya (fakir-miskin) yang menempel kepada orang kaya bisa mereka gunakan untuk memenuhi kehidupannya.[7]
Ø ‘ushr
‘Ushr oleh kalangan ahli fiqh disebut sepersepuluh yang dalam hal ini memiliki dua arti. Pertama, sepersepuluh dari lahan pertanian yang disirami dengan air hujan. Kedua, sepersepuluh diambil dari pedagang-pedagang kafir yang memasuki wilayah islam dengan membawa barang dagangan. ‘Ushr diwajibkan hanya ketika ada hasil yang nyata dari tanahnya. Tanah yang sudah diwakafkan tetap diperlakukan sebagai tanah ‘ushr jika pemilik sudah menanami tanah tersebut. Yang termasuk kedalam harta ‘ushr adalah hasil pertanian dan perkebunan (buah, madu, dll.). Untuk hasil pertanian yang diairi dengan sumber alami (hujan, sumber air, dan arus) maka ‘ushr porsinya 10%, apabila pengairan tersebut masih menggunakan ala-alat produksi lain (alat irrigasi, sumur, dll) maka ‘ushrnya adalah 5%, dan untuk pengambilan ‘ushr ini adalah apabila sudah panen.
Ø Jizyah
Asal kata dari jizyah adalah jaza’ yang berarti kompensasi, sedangkan menurut istilah adalah beban yang diambil dari penduduk non-muslim yang berada di negara islam sebagai biaya perlindungan atas kehidupan atau jiwa, kekayaan, dan kebebasan menjalankan agama mereka, dll. Jizyah dikenakan kepada orang kafir karena kekafirannya bukan kepada hartanya. Dalam hal ini para laki-laki yang mampu, orang kaya, dll. yang hidup dan tinggal dalam lingkungan negara islam. Jizyah merupakan bentuk daripada ketundukan seseorang kepada kekuasaan islam, membayar jizyah itu karena orang non-muslim itu bisa menikmati fasilitas umum bersama orang muslim (kepolisian, pengadilan, dll), dan ketidak wajiban ikut perang bagi para non-muslim. Akan tetapi ketidak wajiban ini bukan semata-mata karena mereka sudah membayar jizyah, ini merupakan keadilan islam yang mutlak karena perang dalam islam sangat erat hubungannya dengan aqidah (jihad fii sabilillah).  Untuk tarif atau jumlah jizyah yang akan diambil berbeda-beda, akan tetapi yang pasti adalah dengan menggunakan perinsip keadilan.[8]
Ø Kharaj
Secara harfiah kharaj berarti kontrak, sewa-menyewa atau menyerahkan. Dalam terminologi keuangan islam kharaj adalah pajak atas tanah atau hasil tanah. Yang mana diambil dari tanahnya orang non-muslim yang sudah ditaklukan dan tanah tersebut sudah diambil alih orang muslim. Dengan keringanan dari orang islam maka non-muslim tersebut masih bisa menguasai tanahnya untuk bercocok tanam yang hasilnya akan dibagi 50%-50%  antara non-muslim dan orang islam.
Dalam hal ini kharaj dibagi kedalam dua bagian, yaitu: Kharaj yang dikenakan pada tanah (pajak tetap) artinya pajak tersebut tetap atas tanahnya selama setahun, dan hasil tanah (pajak proporsional) akan dikenakan sebagai bagian dari total hasil produksi pertanian. Sama seperti halnya pendapatan lain maka kharaj juga akan didistribusikan kepada kepentingan seluruh kaum muslimin.
Ø Pajak tambang dan harta karun
Pajak tambang ini yang hasilnya keras seperti emas, perak, besi, dll. atau harta karun yang ditemukan di wilayah orang islam, maka seperlima (1/5) harus diserahkan kepada negara untuk memenuhi keadilan sosial. Namun para ulama’ berbeda pendapat tentang pajak dan harta karun ini. Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali ini dianggap sebagai zakat, sedangkan menurut Hanafi adalah sebagai barang rampasan.
Ø Waqaf
Wakaf  secara harfiyah berarti berhenti, menahan, atau diam. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya akan dipergunakan sesuai dengan syariat islam. Dalam literatur yang lain wakaf  mempunyai pengertian ‘suatu tindakan penahanan dari penggunaan dan penyerahan asset di mana seseorang dapat memanfaatkan hasilnya untuk tujuan amal sepanjang barang tersebut masih ada’.
Harta yang sudah diwakafkan keluar dari hak miliknya (wakif), bukan pula harta tersebut adalah milik lembaga pengelola wakaf, akan tetapi milik Allah yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Dalam sejarah umat islam, masa keemasan perkembangan wakaf itu terjadi pada abad ke-8 dan ke-9 H. Pada waktu itu aset wakaf meliputi berbagai aset semacam masjid, mushala, sekolah, tanah pertanian, rumah, toko, kebun, pabrik, bangunan kantor, gedung pertemuan (ruang sidang), tempat perniagaan, pasar, tempat pemandian, gudang beras, dll. Dengan demikian para guru dapat bekerja dengan baik karena nafkahnya sudah terpenuhi, dan siswa pun dapat belajar dengan tenang karena tampa memikirkan masalah uang sekolah.
Ø Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.
Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1.    Fasilitas umum. Fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum; jika tidak ada dalam suatu negeri atau suatu komunitas akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketa-an. Contoh: air, padang rumput, api (energi), dan lain-lain.
2.    Barang tambang dalam jumlah sangat besar. Barang tambang dalam jumlah sangat besar termasuk milik umum dan haram dimiliki secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas, perak, besi, tembaga, dan lain-lain.
3.    Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu. Ini meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya.
Ø Dari Harta Milik Negara dan BUMN
Jenis pendapatan kedua adalah pemanfaatan harta milik negara dan BUMN. Harta milik negara adalah harta yang bukan milik individu tetapi juga bukan milik umum. Contoh: gedung-gedung pemerintah, kendaraan-kendaraan pemerintah, serta aktiva tetap lainnya. Adapun BUMN bisa merupakan harta milik umum kalau produk/bahan bakunya merupakan milik umum seperti hasil tambang, hasil hutan, emas, dan lain-lain; bisa juga badan usaha yang produknya bukan merupakan milik umum seperti Telkom dan Indosat.

Ø Dari Pendapatan Insidentil
Yang masuk dalam kelompok ini adalah pajak, harta ilegal para penguasa dan pejabat, serta harta denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara terhadap aturan negara.
Berdasarkan uraian di atas, Negara Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam membiayai kegiatannya, termasuk kegiatan pembangunan. Cara-cara tersebut sangat berbeda dengan cara-cara negara kapitalis. Dalam negara kapitalis, sumber utama pemasukan negara dibebankan kepada rakyat dengan jalan menarik pajak. Jika ini tidak memadai, negara dapat mencari dana dari luar melalui utang luar negeri. Sebaliknya, Negara Islam justru terlebih dulu mengandalkan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak membebani masyarakat. Pajak ditarik bersifat temporer dan semata-mata untuk menutupi kekurangan saja. Mengutang ke luar negeri tampaknya tidak akan dilakukan oleh Negara Islam karena banyaknya bahaya yang akan didapat dari utang luar negeri.

2.6       Sumber Pengeluaran Ekonomi Islam
Ø Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis dalam tempo setahun atau kurang (durable goods) maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama (non-durable goods).
Ø Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
Yang masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir (government expenditure). Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah.
Ø Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure)
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) merupakan pengeluaran sektor dunia usaha. Yang termasuk dalam PMTDB adalah perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi.
Ø Ekspor Neto (Net Export)
Yang dimaksud dengan ekspor bersih adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor. Ekspor neto yang positif menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daipada impor. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia).

2.7       Metode Perhitungan Pendapatan Nasional
Ø Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (production approach).
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh berdasarkan pendekatan nilai tambah dari suatu barang yang diproduksi, maksudnya adalah. Suatu barang akan diperhitungkan nilainya hanya pada barang siap pakai saja (final goods).
Penggunaan konsep ini dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double accounting). Adapun nilai tambah adalah selisih harga jual produk dengan biaya produksi. Perhitungan pendapatan dengan pendekatan produksi di Indonesia dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor industri yang ada.
Metode produksi dapat dilihat dengan persamaan sebagai berikut :
Y = ∑ NTb1-9 atau Y = NTb1 + NTb2 + NTb3 ............................+NTb9
       Keterangan:
Y = Pendapatan nasional
NTb = Nilai Tambah
Ø Pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran (income approach)
Perhitungan berdasarkan pengeluaran ini biasanya berdasarkan seberapa besar jumlah konsumsi atau penggunaan uang suatu Negara, yang mana perhitungannya sendiri dapat dilakukan melalui 4 sektor pengeluaran yaitu:
1.      Konsumsi Rumah Tangga (C)
2.      Investasi (I)
3.      Pengeluaran Pemerintah (G)
4.      Pengeluaran Eksport dan Import (X-M)
Dalam perhitungan ekonomi biasanya lebih familiar dengan formula :
Y =  C + I + G + X-M
Yang mana formula diatas lebih condong kepada pemerintahan yang sudah membuka keran ekspor impor di negerinya. Atau lebih sering disebut dengan perekonomian terbuka. Adapun dalam perhitungan ekonomi tertutup adalah :
Y = C + I + G
Yang membedakan diantara keduanya terletak pada ada tidaknya Eksport dan Import dalam suatu Negara. Jika Negara tidak melakukan Eksport-Import maka perekonomiannya bisa disebut dengan perekonomian tertutup, sedangkan jika sudah melakukan Eksport-Import maka disebut juga dengan  perekonomian terbuka.
Ø Pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan (expenditure approach)
Pengertian pendapatan nasional dengan metode pendapatan adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat sebagai balas jasa atas penyerahan faktor-faktor produksi yang dimiliki selama tahun yang dinilai dengan satuan nilai uang. Dengan demikian penghitungan ini merupakan penjumlahan dari sewa tanah, gaji upah, bunga modal atau bagi hasil investasi dan laba pengusaha. Secara matematis dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
Y = W + I + R + P

Keterangan:
Y= pendapatan nasional
W (wages) = upah
I (interest/ invesment) = bunga (konvensional) atau bagi hasil (syariah)
R (Rent) = sewa
P (profit) = laba pengusaha
Penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan menggunakan bunga (interest) dalam penghitungan matematisnya, sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi (invesment), karena bunga adalah riba dan dihukumi haram oleh syariat islam.[9]
                        Perhitungan ini sering disebut juga dengan NNP (Net National Product). NNP ini sama dengan GNP dikurangi dengan penyusutan. Perhitungan penyusutan ini perlu dilakukan agar perhitungan cadangan produksi dapat terjaga. Dalam perhitungan ini pula kita mengenal dengan apa yang disebut dengan GDP riil dan GDP nominal. GDP riil adalah perhitungan yang berdasarkan dengan harga tahun dasar, sedangan GDP nominal adalah perhitungan yang berdasarkan dengan harga tahun tersebut.











BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Pendapatan Nasional (national income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang memengaruhi tersebut menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif, maka tingkat keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah tercapai, dan begitu pula sebaliknya.
Dalam perhitungan ekonomi islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:
1.      Pendapatan nasional harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan penyebaran penduduk.
2.      Pendapatan Nasional perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas produksinya tidak dapat disamakan.
3.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.

3.2              Saran
Dengan penjelasan di atas diharapkan kepada para pembaca untuk dapat memahami dan mampu untuk mengaplikasikannya dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA
Edwin Nasution,mustafa,  Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2010
Marthon, said sa’ad, ekonomi islam, jakarta: bestari buana murni, 2014
Mardani, fiqih ekonomi syariah, jakarta: kencana,2012
Sukirno,Sadono, Makro ekonomi Teori Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 2010

















[1] Mustafa edwin nasution, pengenalan eksklusif: ekonomi islam,(jakarta:kencana,2010), hlm: 193
[2] Ibid, hal: 195
[3] Ibid, hal: 198
[4] Sadono sukirno, makro ekonomi: teory pengantar, (jakarta: rajawali pers, 2010), hal: 35
[5] Ibid, hal: 38
[6]Mardani, fiqih Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana, 2012), hal 19
[7] Ibid, hal: 24
[8] Ibid, hal: 28
[9] Said sa’ad marthono, Ekonomi Islam, (jakarta: Bestari Buana Murni,2004), hal: 139

1 komentar: